Rabu, 28 Januari 2009


Kemarin malam tgl 27 januari 2008 sekitar pukul 8, sepupu gw Gusti Rama yang akrab di sapa Aam menghembuskan nafas terakhirnya di RS Sawangan, Depok. Gw yang lagi chatting dan sibuk buka FB tiba2 dapet sms dari sepupu gw yang lain kalau orang yang gw sapa Kak Aam itu udah pergi untuk selama-lamanya. Sedih? Sudah pasti. Kehilangan? Sudah pasti.Tapi,kita ga boleh meratap kan?kita hrs terima kematian itu karena suatu ketika kita juga akan kembali pada-Nya. Terakhir gw ketemu dia di rumah gw di Depok waktu ada acara kumpul keluarga. Saat itu, dia udah sakit dan dia cuma bisa tiduran karena badannya lemes. Sempet ada percakapan singkat antara gw sama dia.
Icha(I): Lah Kak Aam sakit? Sakit apa?
Aam(A) : Iya nih cha. Bengkak nih. (Sambil nunjukin lehernya yang bengkak)
I : Ya ampun kenapa tuh? (Kak Aam cuma menggelengkan kepalanya). Ke dokter gih.
A : Iya,iya. mau.
Hanya itu obrolan yang sempet kami lakukan. Gw juga ga tega buat ngajak ngobrol dia lebih banyak lagi karena gw tau dia nahan sakit. Entah penyakit apa yang menggerogoti badannya yang memang kurus itu. Dia orang baik. Di balik penampilannya yang sangar dia punya sejuta kebaikan hati dan satu yg gw salut dia bisa begitu menyayangi dan memperhatikan nyokapnya. Kak Aam belum lama tinggal ama nyokapnya. Sebelumnya mereka cuma ketemu beberapa waktu sekali dan mereka tinggal terpisah. Ada satu kelegaan di hati gw. setidaknya sebelum dia pergi meninggalkan dunia ini dia udh sempet ngerasain tinggal sama nyokapnya.Kita ga pernah tau kapan kita mau diambil sama yang diatas. Seharusnya mulai dari sekarang ini kita menyiapkan diri untuk bekal kita menuju hadapan sang Khalik.Saat jazad kita sudah menyatu dengan tanah, itu tandanya kita akan menuju ke kehidupan kekal yang menuntut pertanggung jawaban kita di dunia. Selamat jalan Kak Aam doaku menyertaimu selalu........

Rabu, 21 Januari 2009

Cerpen Belum Dikasi Judul..

Gw disuru bikin cerpen ttg wartawan gtu. Nah, karena gw udh ga punya ide akhirnya tercipta lah sebuah cerita sinetron. Kayanya abis ini indosiar ngontrak gw jadi penulis cerita film dubbingnya.hahaha
berikut cuplikan cerpennya. oiya,cerpennya belum dikasi judul jadi kalo ada yg mau bantuin kasi judul boleh kok....


Caca adalah seorang gadis berusia 25 tahun. Pasti tidak ada yang menyangka di balik penampilan fashionable-nya, ia bergelut di dunia kewartawanan karena gaya berpakaiannya sama sekali tidak mencerminkan seorang wartawan. Ia memakai terusan berwarna merah muda dengan stiletto warna senada dengan bajunya. Rambut pendek sebahu dengan kacamata berbingkai ungu tua. Iya memakai perona pipi warna merah muda pula. Penampilannya memang sangat menawan jauh dr kesan dekil yang kata orang identik dengan wartawan.
Lulusan jurusan jurnalistik dari sebuah universitas negeri di Kota Bandung ini, juga tidak seperti wartawan pada umumnya. Jika wartawan senang membaca majalah serius atau menonton tayangan berita, Caca gemar membaca tabloid gosip dan tayangan gosip. Tapi, cita-citanya tidak pernah luntur. Caca ingin menjadi wartawan kriminalitas.
Memang hobi dan cita-cita Caca sangat bertolak belakang. Tapi, jangan ragukan kemampuan Caca dalam meliput masalah kriminal. Dengan polisi pun, Caca mampu menjalin hubungan baik. Ia begitu mengerti apa saja pasal-pasal mengenai tindakan kriminalitas. Jadi, jangan mengira dia tidak tahu apa-apa soal bidangnya tersebut.
Sudah 3 tahun ini, Caca bekerja di surat kabar Jakarta Macet, sebuah surat kabar yang cukup terkenal di Kota Jakarta. Sebagai seorang wartawan kriminalitas, Caca banyak turun ke lapangan dan bertemu banyak orang. Memang Caca sosok yang ramah dan mampu dekat dengan banyak orang. Ia tahu persis bahwa pekerjaannya menuntutnya ekstra hati-hati karena seringkali berbagai liputannya membahayakan dirinya.
Pagi itu, disaat Caca sedang melakukan persiapan untuk liputan sebuah tindak kriminalitas, tiba-tiba ia teringat sosok Herman, cinta pertamanya. Entah mengapa, walaupun kini ia telah bertunangan dengan Deni, kekasih yang telah memacarinya 2 tahun belakangan, ia tetap masih memikirkan Herman. Herman memang bukan pria baik-baik, dia senang minum alkhohol dan senang memakai obat-obatan terlarang.
Telepon dari Pak Niko membuyarkan lamunan Caca. Pemimpin redaksi tempatnya bekerja itu mengingatkan bahwa pukul 11.00 WIB ia tak boleh telat datang ke Kapolsek Kramat Jati. Kali ini ia harus meliput mengenai aksi pencurian motor yang terjadi di daerah Kramat Jati tersebut. Ia bersama seorang fotografer segera berangkat menuju lokasi kejadian.
Hari itu panas di Jakarta sangat terik. Caca tidak takut kulitnya yang putih dan mulus tersengat matahari. Ia merasa sun block cukup bisa menangkal sengatan matahari. Usai liputan itu, dia duduk di pinggir jalan sambil menikmati segelas es cendol. Ya, meliput kriminal memang sangat lelah. Tak seperti saat dirinya masih memegang liputan seni dan budaya. Tapi, itu lah keinginannya. Baginya, untuk mewujudkan keinginan yang bagi orang tuanya cukup aneh itu, Caca harus bekerja keras.
Malam harinya, tunangan Caca datang untuk membicarakan hari bahagia mereka. Tapi kali itu Caca enggan membicarakan. Pikirannya masih pada Herman. Ia mengingat masa-masa bahagia bersama Herman, saat ia masih menjalin cinta bersama Herman. Entah apa yang merasuki jiwa Caca, Ia mengusir Deni. Mereka beradu mulut dan brakkk…..!! Caca jatuh tak sadarkan diri.
Ketika terbangun, ia melihat sekelilingnya, tempat yang asing baginya. Ya, dia di rumah sakit. Sebuah tempat yang paling enggan dikunjunginya. Namun, apa daya sekarang ia sudah berada di rumah sakit dengan selang infus ditangannya. Ingin rasanya ia pergi dari tempat yang paling dibencinya itu. Deni yang menemaninya di rumah sakit, terbangun. Deni pun segera meminta maaf. Caca mengangguk lemah.
Selang beberapa lama, dokter memanggil Deni. Keluarga Caca tidak dapat datang karena ayahnya kini tinggal bersama kakaknya di sebuah pedalaman di Jayapura. Sangat sulit akses menuju Jakarta. Sang ibu telah tiada. Saudara di Jakarta tidak ada yang dekat betul dengan Caca. Hanya Deni yang bisa merawat dan memperhatikan Caca sepenuhnya.
Deni masuk ke ruang dokter. Wajah si dokter tampak muram. Seakan-akan ada sebuah beban berat yang hendak dibagi. Deni lekas bertanya sang tunangan menderita penyakit apa. “Kanker otak stadium 2….” Ujar dokter pelan. Deni tak percaya. Ia merasa salah mendengar dan meminta dokter mengulang sekali lagi. Tapi, jawabannya tetap sama. Kanker otak stadium 2 tengah menggerogoti tubuh orang yang begitu dicintainya. Seorang wartawan kriminalitas yang cantik dan keras kepala. Giliran Deni yang limbung.
Perlahan-lahan Deni berjalan menuju kamar Caca. Tatapannya kosong dan ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Deni membuat sebuah keputusan besar, yakni MENIKAHI CACA SEGERA. Ia segera menemui Caca dan menyatakan keinginannya untuk mempercepat pernikahan. Caca tegas-tegas menolak. Ia masih ingin mengembangkan karier kewartawanannya. Ia tak mau pernikahan dan anak-anak kelak menjadi penghambat.
Deni terus memaksa, namun Caca juga tetap menolak. Setelah 3 hari dirawat, Caca diperbolehkan pulang. Sehari kemudian, ia sudah masuk kantor. Pak Niko heran karena Caca sudah masuk dan menanyakan apa yang harus dikerjakannya. Pak Niko sungguh tak tega dengan bibir Caca yang masih pucat dan badan yang masih terlihat lemas. Caca, bersikukuh untuk tetap bekerja. Pak Niko pun mengalah.
Liputan kali ini Caca harus menemui Kapolsek Cikini untuk menggali informasi lebih banyak mengenai sindikan pengedar obat-obatan terlarang. Caca segera mempersiapkan segala keperluan dan berangkat bersama Pak Niko. Pak Niko sendiri yang menemani karena koran mereka akan mendapatan liputan ekslusif, mulai dari persiapan penangkapan hingga penangkapannya.
Setibanya di polsek Cikini, Caca dan Pak Niko langsung menemui kapolsek. Kapolsek Cikini menyambut ramah dan mempersilahkan Caca dan Pak Niko ke ruangannya. Ia pun segera memberikan gambaran mengenai proses penangkapan. Kapolsek juga memberikan foto salah satu Bandar narkoba yang menjadi sasaran penangkapan. Foto itu ada di tangan Caca sekarang dan Caca segera berlari keluar ruangan.
Kapolsek dan Pak Niko tentu sangat terkejut karena sikap Caca yang tiba-tiba keluar ruangan. Herman Taulani. Kekasih yang begitu dicintainya beberapa tahun silam. Herman yang selalu membayang-bayangi Caca. Caca tak kuasa menahan tangis. Di depan ruangan kapolsek ia menangis. Pak Niko menyusulnya dan menanyakan apa yang terjadi. Caca tak mampu berkata-kata.
Setelah Caca sedikit tenang, Pak Niko kembali menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Caca pun jujur pada Pak Niko yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri. “Itu Herman yang sering Caca certain, Pak..” ujar Caca diiringi isak tangis. Pak Niko bingung dan tak tahu harus berkata apa. Kapolsek pun langsung berujar, “Mbak Caca kalau mbak kenal denga orang ini, Anda harus membantu kami. Ini kan meresahkan masyarakat.”
Caca dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di satu sisi, ia harus membantu kerja polisi karena tindakan para bandar narkoba itu sudah sangat meresahkan warga. Kemarin saja, ada ibu-ibu yang melaporkan bahwa anaknya ditawari semacam permen oleh orang yang tidak dikenalnya. Di sisi lain, ia tak sanggup bila melihat Herman yang begitu disayanginya harus hidup dibalik jeruji besi.
Akhirnya, Caca membuat keputusan untuk membantu kerja polisi. Ia juga punya misi lain, yakni menyadarkan Herman atas perbuatannya yang salah itu. Caca tahu bahwa selama ini Herman memang pengguna narkoba, bahkan saat masih berpacaran dengannya dia juga kerap meminjam uang dalam jumlah yang cukup banyak. Rasa cinta Caca yang begitu besar membuat Caca rela mengeluarkan uang berapa pun. Uang bulanan dan uang hasil jerih payah magang di majalah pun ludes hanya untuk Herman. Caca kembali mengingat masa-masa itu. Masa dimana dirinya merasa bahagia dengan Herman.
Kini masa bahagia itu hanya tinggal kenangan. Saat Herman pergi untuk wanita lain yang jauh lebih beruang dibanding dirinya. Herman memang butuh uang untuk membeli obat-obatan haram itu. Ada sedikit rasa syukur di hati Caca karena ia tek perlu lagi terjerumus dosa membelikan barang haram itu untuk Herman. Tapi, rasa cinta itu tetap ada.
Kapolsek menyapa Caca dengan lembut seakan-akan tahu apa yang sedang dipikirkan Caca. Caca berhenti menangis dan mencoba untuk menenangkan diri. Diseruputnya teh manis hangat yang disajikan untuknya. Caca sudah mulai tenang. “Saya siap membantum, Pak.” Ujar Caca. Kapolsek dan Pak Niko tersenyum lega. Caca masih tetap gundah gulana walaupun telah menyanggupi permintaan kapolsek untuk menghubungi Herman. “Herman, kamu dimana? Aku mau ketemu.” kata Caca penuh harap. Caca tersenyum senang dan mengatur tempat, serta waktu pertemuan. Entah mengapa Caca menjadi begitu bahagia hari itu. Mungkin karena pertemuannya dengan Herman.
Esok hari pukul 09.00 WIB, Caca sudah siap pergi. Ia tampak segar dan cantik. Tiba-tiba Deni datang dan melarangnya untuk pergi. Tapi, Caca adalah orang yang keras kepala. Dia tetap nekat untuk pergi dan perang mulut tak dapat dihindarkan. Caca segera naik ke mobilnya dan meninggalkan Deni. Deni hanya tertegun melihat kepergian Caca. Caca tiba di restoran tempat dirinya sering menghabiskan waktu dengan Herman. Dia kembali rindu masa itu.
Tak lama kemudiaan, datang seorang pria bertubuh bongsor dengan anting di kedua kupingnya. Dia Herman, pria yang Caca tunggu-tunggu kehadirannya kini di depan matanya. Herman langsung memeluk Caca dan bau alkhohol pun tercium dari mulutnya. Herman tak pernah berubah. Dia selalu saja begini. Mereka mengobrol untuk melepas rindu. Kapolsek telah mengirim anak buahnya untuk mengawasi pertemuan ini. Saat Caca pergi ke kamar mandi, penangkapan itu terjadi.
Kini borgol telah mengikat kedua tangan Herman. Herman akan segera mendekam di balik jeruji besi. Caca datang untuk meminta maaf kepada Herman atas penjebakan yang dilakukannya. “Pengkhianat kamu!!!” ujar Herman berulang kali. Caca berurai air mata. Tak lama kemudian tubuhnya kembali tumbang.

Tulisan Ga Penting............

sangat sulit ya untuk mengerti ttg dunia ini dan semua yang ada di dalamnya. gw ga habis pikir knp masalah itu ga pernah ada abisnya.sumpah yang namanya beban berat ya gw dapetin nih sekarang.tapi hidup yang kita jalani skrg adalah konsekuensi pilihan kita.doain aja ya masalah dan semua urusan gw beres dan ga menyisakan kesedihan di hati gw.dukung gw terus ya.belakangan gw males ngisi blog ini dengan panjang lebar karena gw sgt malassss...

Sabtu, 17 Januari 2009

Salut........

gw cuma mau bilang : "gw salut bgt sama temen2 gw yang bertanggung jawab dan komit sama pilihannya. buat gw itu luar biasa bgt dan gw sangat menghargai itu."

BeteBete ah..BasiBasi lo...

Agak sedih sih...temen2 ngomongin hal itu2 aja.ga beres2 berdebat terus soal yang sama. sebenernya perdebatan itu ga perlu ada kalo kita semua masing-masing saling ngerti dan punya kesadaran sendiri untuk ga egois. kita pendam deh sikap egoistis kita masing-masing. kita tuh satu. satu hati, satu jiwa, satu nasib, satu penanggunggan. knp sih kita kebanyakan ngeluh untuk masalah yang itu2 aja? kenapa kita ga ngomongin hal lain yang kayanya lebih penting di banding sekadar berdebat ngomongin masalah itu2 lagi?mungkin di dalam diri kalian masing-masing ga ada rasa saling memiliki satu sama lain. jadi, kalian ga peduli. tapi gw merasa memiliki kalian bgt. karena rasa memiliki itu juga gw jadi selalu berusaha utk menghargai kalian semua. menurut gw, salah satu cara untuk menghargai kalian itu, ya ngerjain apa yg mampu gw kerjain supaya ga ngebebanin kalian. gw sadar gw ga bisa berharap kalian menjadi seperti apa yg gw harepin. tapi, kita ini kan satu angkatan ya. kenapa sih kalian ga mencoba utk saling mengerti?kalo saling ngerti kesel2an atau emosi ga pernah ada. kita emang berhak bersuara, negara kita negara demokrasi. tapi, ga perlu pengaruhin orang lain untuk ikut2an di pilihan kita.biarin orang lain berpikir sendiri tentang apa yg harus dilakukannya. ga usah saling mempengaruhi. gw rasa kalian semua adalah orang2 yang dewasa.orang-orang dewasa pasti tau apa yg harus dilakukannya. take care. _caur_

Jumat, 09 Januari 2009

Gara2 Kebanyakan Bikin Tugas

Laptop gw udh jadi sahabat setia gw. Apalagi semenjak masuk jurnal hidup gw ga bisa jauh ama laptop. Hampir setiap hari gw abisin waktu gw sama laptop tercinta. Laptop Ben-Q (bukan keluaran terbaru, harganya pun ga 12 juta,hahaha...) yang sangat simpel dan sederhana tp banyak manfaat bgt. Apalagi sebagai banci foto, foto gw muat semua di laptop kebanggaan gw ini. Gw beliin dia bungkus laptop warna pink. Gw bawa-bawa terus, bahkan balik ke Jakarta pun doi ga boleh ketinggalan. Tapi, justru doi yang membawa dampak atas besarnya minus mata gw dan ditambah silindris pula. Alhasil, gw harus pake kaca mata. Sekarang gw culun-culun dikit dengan kacamata levi's perpaduan ungu-pink. Hehe. Sekarang gw jadi agak jaga jarak ma laptop kesayangan ini karena ga boleh terlalu banyak-banyak berinteraksi. Maaf ya laptop....jadi sedih nihhh